Pengembangan Sistem dan Disain Intruksional

- Tidak ada komentar
Pada waktu yang lalu, rencana untuk mengembangkan sistem dan disain instruksional telah dibuat kebanyakannya didasarkan atas in­tuisi, maksud yang tak jelas, dan penilaian yang subyektif. Namun, pada dewasa ini dengan berkembangnya teori-teori tentang bagaimana siswa belajar, berkembangnya macam-macam paket atau media belajar, dite­mukannya metode-metode belajar baru, telah mendorong para pendidik untuk mencari pendekatan baru dalam mengembangkan sistem dan di­sain instruksional. Pendekatan baru ini didasarkan atas kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus bekerja bersama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Pengembangan perencanaan tintuk tujuan tersebut yang sekarang men­dapatkan perhatian besar adalah yang didasarkan atas konsep sistem. Konsep sistem ini menurut Kemp (1977, p. 6) "refers to the terhnleal in­tegration of men and machine". Konsep pendekatan sistem (systems approach) tersebut membedakan mana-mana tugas yang kiranya lebih baik bila dikerjakan oleh manusia, dan mana yang paling baik bila dilakukan oleh mesin. Diterapkan kepada kegiatan pendidikan, konsep pendekatan sistem pada hakekatnya adalah proses untuk menemukan suatu cara untuk memecahkan problem pendidikan dan mencari altematif pemecahan­nya. Untuk memahami penerapan konsep pendekatan sistem di dalam pengembangan sistem dan disain instruksional, berikut akan diuraikan mengenai definisi, dasar-dasar dan model pengembangan sistem dan di­sain instruksional.


Definisi

Istilah pengembangan sistem instruksional (instructional systems development) dan disain instruksional (instructional design) sering dianggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara "disain" dan "pengembangan". Kata "disain" berarti "membuat sketsa atau pola atau outline atau ren­cana pendahuluan". Sedang "mengembangkan" berarti "membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif, dan sebagainya." Beberapa definisi yang menunjukkan persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut
  1. Pengembangan sistem mstruksional adalah suatu proses sedara sistematis dan logis untuk mempelajari problem-problem pengajaran, agar mendapatkan pemecahan yang teruji validitasnya, dan praktis bisa dilaksanakan (Ely, 1979, p.4).
  2. Sistem instruksional adalah semua materi pelajarari dan metode yang telah diuji dalam praktek yang dipersiapkan untuk mencapai tujuan dalam keadaan senyatanya (Baker; 1971, p: 16).
  3. Disain instruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pengem-bangan paket pelajaran, kegiatan menga­jar, uji coba, revisi, dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar (Briggs, 1979, p. 20).
  4. Disain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam perencanaan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan instruksional. Semua komponen sistem ini (tujuan, materi, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut terlebih dulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya (Briggs, 1979, p. XXI).
Dasar-Dasar Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional.

Untuk memahami dasar-dasar pengembangan sistem dan disain instruksional, perlu diketahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan "Pengajaran" (instruction). Menurut Merril (1971, p. 10), "pengajaran" adalah suatu kegiatan di mana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia dapat bertingkah laku atau bereaksi trrhadap kondisi tertentu. Pengajaran merupakan salah satu bagian dari keseluruhan kegiatan mengajar. Termasuk di dalamnya adalah menyiapkan pengalaman yang siap dipakai, mengrejakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pende­katan terhadap siswa,dan sebagainya. Pengajaran berbeda dengan pengembangan kurikulum. Pengem­bangan kurikulum meliputi penyusunan disain suatu bidang studi (sub­ject matter) dari suatu tingkat sekolah atau lembaga pendidikan tertentu. Pengajaran lebih menekankan pada aspek bagaimana (how to), sedang pengembangan kurikulum lebih menekankan pada aspek "apa" (what to). Keputusan yang berkenaan dengan kurikulum berorientasi kepada isi atau materi (content oriented), sedang putusan yang berkenan dengan pengajaran adalah berorientasi kepada proses (process oriented). Pengajaran erat berkait dengan belajar namun tak persis sama. Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan makhluk hidup. Pengajaran hanya berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat untuk mengubah suatu keadaan sedemikian rupa, sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai. Dengan demikian "kesenga­jaan" merupakan karakteristik dari suatu pengajaran.

Apakah yang dimaksudkan dengan Pengembangan Sistem lnstruksio­nal?Dihubungkan dengan pengertian "Instruction" seperti tersebut di atas, maka definisi pengembangan sistem instruksional adalah "suatu. proses menentukan dan menciptakan situasi dari kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah lakunya" (Carey, 1977, p. 6). Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman belajar, agar para penyusun disain instruksional dapat menilai efektifitas suatu disain. Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas pengalaman empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah ditentukan berdasar prosedur yang sistematis, peng­amatan yang tepat, dan percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar yang diperoleh se­cara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-mata,

Apakah yang dikerjakan oleh para pengembang sistem dan disain in­struksional ? Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan disain instruk­sional meliputi:
  1. Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur (learning outcomes).
  2. Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.
  3. Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar bagi para siswa.
  4. Menentukan media untuk kegiatan tersebut.
  5. Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
  6. Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.
  7. Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka 1.
  8. Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu­
  9. berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.
  10. Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.

Dua Macam Proses Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional

Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional bisa meliputi dua cara: 1). Dengan pendekatan secara empiris: Proses ini dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket atau bahan pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan paket (materi) penga­jaran diulang.. Tentu saja pendekatan semacam ini mempunyai beberapa kelemah­an. (a). Setiap pengembang harus mulai dari awal untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk mengembangkan suatu materi pengajaran. (b). Berulang kalinya pembuatan materi (paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kau uji coba, dan ini berarti kurang efisien. (2). Dengan mengikuti atau membuat suatu model (paradigm approach). Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang diharapkan, bisa diklasi­fikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk, tiap tipe tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk menca­painya, kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa dicip­takan, dan perubahan-perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di dalam penyusunan disain instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model tersebut.

Apakah yang dimaksud dengan model (paradigm) Pengembangan Sistem Instruksional ?Model pengembangan sistem instruksional sering dibedakan dengan teori belajar dalam beberapa hal. Teori belajar atas dasar ilmu jiwa eksperimen terutama tertarik untuk menjelaskan proses yang terjadi warga belajar, apa yang menyebabkan ia berubah tingkah lakunya sebagai hasil yang diperoleh dari pengalaman atau interaksinya dengan lingkungan belajar. Juga titik beratnya adalah pada mekanisme yang terjadi pada warga belajar.
Model pengembangan sistem instruksional di lain pihak, berusaha untuk menentukan prosedur secara khusus dalam mengamati berbagai macam klasifikasi tingkah laku warga belajar, dan prosedur untuk mengubah rangsangan sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam suatu interaksi dengan lingkungan. Jadi, titik beratnya ialah pada mekanisme dan proses dalam suatu macam lingkungan tertentu, dalam suatu susunan tertentu untuk membawa perubahan tingkah laku siswa.
Psikologi belajar lebih banyak mempersoalkan keadaan (conditions) yang diperlukan untuk membuat belajar lebih efektif dan efisien. Meski antara teori belajar dan pengembangan sistem instruksional sangat erat hubungannya, namun ada perbedaan sedikit mengenai penekanannya. Teori belajar menjelaskan fungsi-fungsi yang ada di dalam siswa, sedang pengembangan sistem instruksional menentukan kondisi dan lingkungan untuk mengubah dan mengamati perubahan tingkah laku siswa.
Siapakah yang dimaksud dengan Pengembang Sistem dan Disain In­struksional ?Mengingat pengembangan sistem dan disain instruksional bisa ter­jadi pada berbagai tingkat dan macam bidang, maka kelompok-kelom­pok berikut adalah merupakan contoh "developer dan designer":
  1. Guru Sekolah. Para guru sekolah dapat dipandang sebagai "developer dan designer". Namun ada perdebatan mengenai hal ini, sebab kenyataannya banyak para guru hanyalah sekedar pemakai hasil orang lain, misalnya buku teks, modul, pengajaran ber­programa,dan sebagainya.
  2. Pengarang. Para pengarang paket pengajaran seperti modul, buku paket, kumpulan tes, diktat, dapat pula dipandang sebagai "developer dan designer". Namun perlu dipertanyakan, seberapa banyak prinsip-prinsip pengembangan instruksional diterapkan oleh para pengarang ter­sebut ?
  3. 3. Pendidikan dan ahli psikologi. Kelompok ini berfungsi sebagai "developer dan designer" dalam usahanya untuk mengembangkan model-model, mencobakan dan menemukan model-model yang baru.
  4. "Developer dan Designer" yang profesional. Di luar kelompok 1-­3 tersebut menurut Kemp (1977, p. 5), muncul peranan baru yang disebut "profesional instructional developer dan designer". Ini ada!ah kelompok yang berusaha bertindak sebagai "guidance" dan membantu para guru danteam perencana untuk mengembangkan semua aspek program baru.
Di USA profesi pengembang sistem dan disain instruksional telah meluas di kalangan perusahaan swasta dan militer. Kelompok ini, dengan penuh kesadaran, menerapkan prinsip-prinsip pengem­bangan sistem instruksional, baik dengan menggunakan pendekatan empiris maupun teoritis (paradigm dan model). Bagaimana haanya dengan di Indonesia? Profesi pengembang sistem dan disain instruksional di Indonesia dewasa ini nampaknya masih belum nampak secara tegas. Fungsi ini kebanyakan masih dirangkap oleh para guru, para dosen dan ad­ministrator yang terutama bekerja pada proyek-proyek yang sifatnya temporer seperti penulis modul, skrip untuk program radio, kaset, slide suara, proyek pengembangan kurikulum dan sebagainya. Fungsi "developer dan designer" di Indonesia dewasa ini nam­paknya juga masih banyak yang dirangkap oleh para peneuti dalam bidang pendidikan, misalnya percobaan penggunaan modul baik di Perguruan Tinggi maupun pada tingkat SLTA ke bawah, percobaan penggunaan televisi dan radio untuk pendidikan, penyusunan paket buku dan sebagainya. Kesemuanya masih dititikberatkan pada penelitian semata, tidak dititikberatkan pada pengembangan sistem instruksional secara keseluruhan sehingga peneutian di sini adalah merupakan bagian integral dari pengembangan sistem tersebut.

Model Pengembangan Sistem Pembelajaran

"Model adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewu­judkan suatu proses, seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi". (Briggs, 1978, p. 23). Sesuai dengan pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud de­ngan model pengembangan sistem dan disain instruksional adalah se­perangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan pengembangan sistem dan disain instruksional. Ada berbagai model pengembangan sistem dan disain instruksional, mulai dari yang sangat kompleks (rumit) sampai kepada model yang sederhana. Masing-masing model mempunyai persamaan dan perbedaan.Berikut akan dikemukakan tiga model: 1.Model PPSI 2. Model Kemp. 3. Model Dick dan Carey. 4 Kombinasi Kemp & Dick

Pendidikan sebagai sistem

- 1 komentar
Tujuan sistem pendidikan nasional, manusia Indonesia diharapkan menjadi individu yang mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk secara mandiri meningkatkan taraf hidup lahir batin, dan meningkatkan perannya sebagai pribadi, pegawai/karyawan, warga masyarakat, warga negara, dan mahluk Tuhan.

Pendekatan sistem merupakan sutu cara yang memandang pendidikan secara menyeluruh dan sistemik,tidakpersial atau fragmentaris. Proses Pendidikan adalah proses transformasi atau perubahan kemempuan nyata untuk meningkatkan taraf hidupnyata lahir dan batin. Hasil pendidikan adalah lulusan yang sudah terdidik berdasarkan/mengacu kepada tujuan pendidikan yang telah ditentukan.

Sistem, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan dari berbagai elemen atau bagian-bagian yang mempunyai hubungan fungsional dan berinteraksi secara dinamis untuk mencapai hasil yang diharapkan

Menurut Coombs ada 12 subsistem dalam pendidikan yaitu; Tujuan, Murid/Mahasiswa, Manajemen, Stuktur dan jadwal wakru, Materi, Tenaga Pengajar dan pelaksana, Alatbantu belajar, Fasilitas, Teknologi, Kendali mutu, Penelitian, Biaya pendidikan.

Pendidikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah; Pendidikan sekolah merupakan merupakan proses pendidikan yang diorganisasikan berdasarkan struktur hierarkis dan kronologis, dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, yang menawarkan berbagai macam program studi yang unun maupun program keterampilan khusus. Pendidikan Luar Sekolah merupakan proses pendidikan sepanjanghayat menuju suatu tujuan, melalui pembinaan dan pngambangan siakap, keterampilan, dan pengetahuan bersadarkan pengalaman hidup sehari-hari dan dipengaruhi oleh sumber belajar yang ada disuatu lingkungan (orang tua, teman,tetangga, masyarakat, museum, perpustakaan umum, dll)

Consept Mapping adalah istilah yang digunakan oleh novak dan Gowin tentang cara yang dapat digunakan dosen untuk membantu mahawiswa mengorganisasikan materi perkuliahan yang telah dipelajari berdasarkan arti dan hubungan antar komponennya. Pakar-pakar instruksional lain menyebut concept mapping sebagai pattern noting diterjemahkan menjadi peta kognitif peta Peta kognitif juga dapat berfungsi menjadi peta visual yang menggambarkan berbagai cara untuk mengartrikan suatu konsep berdarakan proposisinya.

KONSEP PENDEKATAN SISTEM

- Tidak ada komentar
Pengertian Sistem
Di dalam kegiatan sehari-hari kita sering mendengar dan mengucapkan kata "sistem". Kurikulum TK sampai SLTA sesuai SK Menteri P dan K No. 08/U/1975 pun menggunakan pendekatan sistem yang dikenal dengan nama PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional).Kata "sistem" sering agak keliru diartikan. Misalnya ada yang menganggap "sistem" sama dengan"cara". Pada hal "sistem" bukanlah berarti "cara".Konsep untuk memahami arti "sistem", terlebih danulu perlu dipahami beberapa istilah yang bersangkut erat dengan "sistem" sebagai berikut: Sistem: Suatu gabungan dari komponen-komponen yang terorganisir seba¬gai suatu kesatuan, dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Contoh: sebuah "sekolah" (yang menjadi titik perhatian kita) adalah suatu "sistem". Sekolah terdiri atas murid, guru, kurikulum, gedung, kese¬muanya bertali-erat satu sama lain untuk mencapai tujuan."instruksio¬nal" atau kelembagaan.
Supra Sistem: Suatu sistem yang kompleks yang mencakup lebih dari satu sistem sebagai komponennya. Sub Sistem: Suatu kesatuan atau kumpulan kesatuan yang merupakan bagian dari suatu sistem yang lebih besar yang bisa dibedakan dengan maksud untuk keperluan observasi atau mempelajarinya. Sistem Terbuka: Suatu sistem yang dapat menerima input misalnya berupa informasi dari luar sistem tersebut.

Sistem Tertutup: Suatu sistem yang tertutup untuk menerima input informasi yang datang dari luar. Feedback (Umpan balik): Informasi yang diperoleh dari hasil pelaksanaan sebelumnya yang berguna untuk perbaikan. Informasi ini berlangsung terus-menerus se¬panjang proses berjalan. Hierarch : Sekelompok orang, barang atau kegiatan yang diatur secara ber¬tingkat, grup atau kelas. Output (Keluaran): Hasil konversi dari proses suatu sistem yang dihitung sebagai ha sil, produk atau keuntungan.
Proses: Penerapan suatu cara dan sarana untuk mencapai suatu hasil atau produk.Produk: Hasil atau produk akhir.Systems Approach (Pendekatan Sistem): Suatu proses yang dengannya kebutuhan diidentifikasi, problem dipilih, syarat-syarat pemecahan problem diidentifikasi, pemecahan dipilih dari beberapa alternatif, metode dan alat dicari dan diterapkan, hasil dievaluasi, dan revisi yang diperlukan terhadap seluruh bagian dari sistem tersebut dilaksanakan, sedemikian rupa sehingga kebutuham ter¬ebut dapat tercapai. Dengan memahami arti istilah-istilah tersebut di atas, maka penger¬tian sistem secara lebih mendalam dapat dicapai misalnya tentang defi¬nisi, unsur, sifat, tingkat, dan kegunaannya dalam penyusunan planning.

Definisi Sistem
Sesuai dengan pengertian di atas, suatu "sistem" adalah merupakan jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang saling bekerja bersama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasar atas kebutuhan yang telah ditentukan. Setiap "sistem" pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiatan dari komponen-komponen adalah diarahkan untuk menuju tercapainya tu¬juan tersebut. .Contoh: Pemerintah, Sekolah, Pendidikan. Unsur-unsur suatu sistem: (1) Input (masukan) misalnya: sumber, biaya, personel dan (2) Output (keluaran) misalnya: hasil, produk, atau keuntungan.

Sifat-sifat suatu sistem:
a. Terbuka vs Tertutup. Terbuka berarti menerima informasi dari luar, tertutup berarti tak dapat menerima informasi dari luar. (b) Sederhana vs Komplek.1). Sederhana : a) Secara relatif hanya terdiri atas beberapa komponen, misalnya: amuba, sel-sel tubuh. (b) Hasil/produknya mungkin sederhana, misal hasilnya sama un¬tuk sepanjang waktu (hasil cetakan bata). 2). Komplek (rumit); (a) Terdiri banyak komponen yang saling berinteraksi, misalnya pabrik televisi. (b) Keseluruhannya (totalitasnya) lebih daripada sekedar jumlah dari bagian-bagian.(c) Bagian-bagiannya tak bisa dipahami kalau berdiri terpisah satu sama lain. (d) Bagian-bagiannya saling berhubungan dan saling bergantung satu sama lain.
Memilih satu cara yang terbaik menurut pertimbangan atau penilaian kita. Kita juga memperhatikan faktor-faktor lain yang sangat penting dalam pembuatan keputusan. Faktor yang dimaksud misalnya waktu dan biaya. Dengan demikian dapat dikemukakan pentingnya perencanaan (planning) secara sistematis ialah; Untuk pengganti keberhasilan yang diperoleh secara untung¬-untungan atau nasib mujur (good luck); Sebagai alat untuk menemukan dan memecahkan masalah; Untuk memanfaatkan sumber secara efektif (tepat guna).

Keuntungan adanya suatu perencanaan.
Sebagai manusia, kita semua menyadari, bahwa ada hal-hal yang kita tak mampu untuk mengontrolnya. Namun kita pun menyadari, banyak juga hal-hal yang kita mampu untuk mengontrolnya. Dalam hal ini pendekatan sistem (systems approach) memberikan kepada kita suatu alat untuk menganalisis, untuk mengidentifikasi, dan memecahkan masalah sesuai dengan yang kita inginkan, dengan menggunakan perencanaan yang sistematis; Suatu perencanaan yang sistematik mempunyai daya ramal dan kon¬trol yang baik. Proses ini dapat berjalan baik karena kita; Merumuskan secara spesifik dan nyata akan kebutuhan (need assissment); Menggunakan logika, proses setapak demi setapak, untuk menuju perobahan yang diharapkan; Memperhatikan macam-macam pendekatan dan memilih yang lebih sesuai dengan situasi dan kondisi; Menetapkan mekanisme "feedback" yang memberitahukan kemajuan kita, identifikasi hambatan-hambatan dan menunjuk¬ kan perubahan-perubahan yang diperlukan; dan Menggunakan istilah dan langkah yang jelas , mudah dikomunikasikan dan dipahami orang lain. Meskipun banyak keuntungannya, planning tersebut pun mempunyai kelemahan antara lain Menghabiskan waktu, tenaga dan biaya; Keadaan bisa berubah disaat proses sedang berjalan.
.

Model-Model Perencanaan Secara Sistematis
Suatu perencanaan secara sistematis pada hakekatnya sama dengan proses pemecahan masalah secara umum (ageneral problem-solving process).Sebuah model menurut Kaufman (1979) adalah sebagai berikut: Diagram 1. Model Perencanaan menurut Kaufman. Sesuai dengan model tersebut, langkah-langkah suatu perencanaan yang sistematis adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi masalah berdasarkan kebutuhan.
2. Tentukan syarat-syarat dan altematif pemecahannya.
3. Pilih strategi pemecahannya.
4. Laksanakan strategi yang telah dipilih untuk mencapai hasil yang diharapkan.
5. Tentukan efektifitas hasilnya dengan jalan mengadakan evaluasi.
6. Adakan revisi bila perlu pada setiap langkah dari proses tersebut.

Pola-Pola Instruksional

Berdasarkan definisi teknologi pendidikan yang sekarang, dapat diidentifikasikan empat pola dasar pembelajaran yang dapat diorganisasikan. Pola pertama merupakan pola tradisional dalam bentuk tatap muka guru-siswa. Dalam pola ini guru, yang bertindak selaku Komponen Sistem Instruksional, merupakan satu-satunya sumber. Pola ini dapat digambarkan dalam diagram berikut: PEMBELAJARAN TRADISIONAL (MORRIS, 1963) Bentuk pola yang kedua merupakan guru dengan “alat bantu audiovisual” untuk membantu kegiatan pembelajaran. Pola ini masih tetap memandang guru sebagai Komponen Sistem Instruksional yang utama, dengan sumber belajar lain (seperti Bahan Pelajaran, Perangkat Keras, Teknik, Latar Kegiatan Belajar) yang dipergunakan sebagai tambahan. Morris menyebut pola ini “guru dengan media” PEMBELAJAR TRADISIONAL (MORRIS, 1963) Pola instruksional yang ketiga mengandung pemanfaatan sistem instruksional yang lengkap, meliputi pembelajaran bermedia di mana guru terlibat dalam merancang dan menilai serta menyeleksi, maupun berperan dalam fungsi pemanfaatan untuk hal-hal yang belum tercakup dalam sistem instruksional. Sebagian besar proses pembelajaran diberikan melalui sistem instruksional yang telah dirancang sebelumnya, dan yang terdiri dari Komponen Sistem Instruksional yang bukan manusia (Bahan, Peralatan, Teknik, Latar). FUNGSI MEDIA NO. 1 : GURU DENGAN MEDIA
(MORRIS, 1963). Pola instruksional keempat meliputi penggunaan sistem instruksional lengkap yang hanya terdiri dari pembelajaran bermedia, di mana guru tidak berperan langsung, pendekatan “media saja” ini tidak dikemukakan oleh Morris, namun dapat digambarkan sebagai berikut: FUNGSI MEDIA NO. 3 : PEMBELAJARAN BERMEDIA. Kombinasi berbagai pola instruksional dasar tersebut, dapat ditunjukkan dengan diagram Morris sebagai berikut ini.
SISTEM INSTRUKSIONAL.Heinich (1970) mengajukan “Model tentang Paradigma Pengelolaan Instruksional” yang sejalan dengan ringkasan diagram Morris, bedanya Heinich menunjukkan dengan jelas hubungan terkendali antara guru kelas dan guru bermedia. Heinich memandang kegiatan kelas yang tradisional sebagai “guru dengan media”, yang meliputi apa yang oleh Morris disebut “pembelajaran tradisional” dan “guru dengan media”. Heinich lebih lanjut menekankan bahwa dalam kegiatan ini guru kelas menguasai semua media, dan keputusan untuk menggunakan atau tidak sepenuhnya ada dalam kewenangannya.

SUATU MODEL PARADIGMA BARU PENGELOLAAN INSTRUKSIONAL (ANGKA-ANGKA DITAMBAHKAN UNTUK MEMPERLIHATKAN HUBUNGAN DIAGRAM INI DENGAN GAMBAR B, C, DAN D.
Pola hubungan kedua Heinich (periksa nomor 2 pada gambar di atas) menunjukkan “pembagian tanggung jawab” antara guru kelas dan guru bermedia. Pola ini meskupun mirip dengan diagram Morris “guru dan media” (Gambar C), namun lebih eksplisit mengenai kendali oleh guru bermedia.Pengaturan ini memungkinkan sistem yang bersifat adaptif, meskipun tetap mempertahankan keunggulan “mutu pengajaran dalam arti luas” melalui media. Perhatikanlah bahwa guru bermedia di bagian tengah (periksa model 6.8) mencapai siswa tanpa melalui guru kelas. Dengan kata lain siswa menggunakan sebagian waktunya dengan guru bermedia dan selebihnya dengan guru kelas. Bukan guru kelas yang memutuskan apakah siswa perlu belajar dari guru bermedia atau tidak. Keputusan tersebut ditetapkan pada tingkat perencanaan kurikulum. Pola ketiga (periksa nomor 3 pada Gambar (F) oleh Heinich menunjukkan di mana seluruh pembelajaran dilakukan oleh guru bermedia. Pola ini mirip dengan pola “media saja” (Gambar D). dalam pola ini guru kelas sebagai Komponen Sistem Instruksional insani, tidak terlibat dalam fungsi pemanfaatan. Guru bermedia tidak mencapai siswa melalui guru kelas, dan tidak pula berbagi tanggung jawab dengan guru kelas. (Heinich, 1970).
Oleh karena itu, teknologi pendidikan di samping mempunyai dampak pada pengambilan keputusan instruksional pada tingkat-tingkat yang tinggi, juga memungkinkan adanya empat pola pembelajaran yang berbeda. Keempat pola ini bila dinyatakan berdasarkan definisi yang sekarang, dapat diringkas sebagai berikut:
1). Sumber Belajar Insani/Komponen Sistem Instruksional saja 2). Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional berupa Bahan, Alat, Teknik dan Latar yang berfungsi melalui Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional Insani terhadap si-belajar.3). Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional berupa Bahan, Alat, Teknik dan Latar (yang dipadukan dalam produk atau sistem instruksional dalam bentuk “pembelajaran bermedia”) yang berinteraksi dengan si-belajar dalam suasana tanggung jawab bersama dengan Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional Insani. 4). Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional berupa Bahan, Alat, Teknik dan Latar (yang terpadu dalam sistem instruksional berbentuk pembelajaran bermedia) yang berinteraksi sendiri dengan si belajar tanpa campur tangan Sumber Belajar/Komponen Sistem Instruksional Insani.

Perencanaan Pembelajaran

- Tidak ada komentar
Dalam tulisan ini diuraikan suatu proses sistematik yang harus dilalui dalam mengembangkan sistem instruksional yang efektif dan efisien. Proses tersebut biasa dialakukan oleh guru atau tenaga pengajar sebagai pendesain instruksional dilembaga pendidikan.

Pendekatan Sistem

Istilah 'sistem' adalah suatu konsep yang abstrak. Definisi tradisional menyatakan bahwa sistem adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Rumusan ini sangat sulit dipahami. Sedangkan dalam artian yang luas, suatu sistem ada dikarenakan seseorang telah mendefinisikannya demikian. Kesimpulan umum ini dapat dinyatakan sebagai berikut. Misalkan semua sepeda, sepeda adalah suatu sistem, yang meliputi komponen-komponen seperti: roda, pedal, kemudinya dan sebagainya. Tetapi dalam artian yang luas, sepeda sebenarnya adalah suatu sub sistem/komponen dalam sistem transport. disamping alat-alat transport lainnya, seperti: truk, motor, angkutan kota dan sebagainya. Jadi suatu sistem dapat saja menjadi suatu sistem yang lebih komplek. Ini berarti, adanya suatu sistem karena kita mempertimbangkannya sebagai 'sistem'.

Kita sendiri yang menentukan batas- batas antara sistem, dan komponen-komponen suatu sistem. Dengan kata lain, perpaduan sub-sub sistem ditentukan oleh yang menyatakan; bahwa sesuatu adalah suatu sistem. Itu sebabnya, suatu sistem pada hakekatnya adalah 'system of interest' Berdasarkan rumusan ini, kita dapat mengidentifikasi hubungan-hubungan pokok antara sistem dan lingkungan, yakni antara input dari lingkungan dengan sistem dan antara output dari sistem dengan lingkungan.

Konsep ini menjadi dasar untuk mengidentifikasi tujuan suatu sistem. Tujuan suatu sistem dapat bersifat alami dan bersifat buatan manusiawi. Tujuan yang alami tak mungkin menjadi tujuan-tujuan yang tinggi tingkatannya, bahkan mungkin benilai sangat rendah. Sedan-kan tujuan-tujuan sistem buatan manusia (man-made) senantiasa dapat berubah, oleh sebab tujuan-tujuan itu dimaksudkan untuk memenuhi tuntutan lingkungan. Sedangkan lingkungan senantiasa berubah, yang disebabkan adanya perubahan lingkungan atau karena tujuan itu bersifat perseorangan (personal). Misalkan; timbulnya petubahan sistem ekologi dikarenakan terjadinya polusi. Timbulnya sistem sosial yang baru adalah sebagai reaksi terhadap perubahan peradaban/kebudayaan. Jelas bahwa perubahan tujuan sistem adalah sebagai jawaban terhadap perubahan-perubahan dalam lingkungan.

Konsep Kotak Hitam Kita dapat mengidentifikasi pertimbangan bagi eksistensi sistem (atau kebutuhan bagi suatu sistem baru) denga mempelajari hubungan antara lingkungan, input dan output. Konsep itu disebut konsep 'kotak hitam'. Konsep ini mendefinisikan, bahwa, yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kotak hitam yang kecil (a little black box).
Langkah pertama dalam sistem analisis ialah merumuskan the system of interest, batas-batasnya dan input dan output yang utama yang melintasi batas-batas tadi. Berdasarkan input dan output kita merumuskan tujuan (maksud) dan efisiensi daripada sistem. Dengan membandingkan antara input dan output secara deduktif, maka dapat ditentukan tujuan dari kotak hitam itu.

Tujuannya adalah jelas, yakni terjadinya transformasi dalam bobot. Bagaimana proses terjadinya transformasi itu tidaklah begitu penting oleh sebab di dalam proses itu sangat rumit, banyak sub sistem yang masing-masing punya tujuannva sendiri- sendiri dan menunjang, tujuan secara menyeluruh. Kejadian ini dapat diumpamakan sebagai seorang pasien yang sedang mendapat pengobatan dari seorang dokter. Sang pasien sebenarnya tak perlu tahu apa yang terjadi dalam dirinya. kendatipun sebenarnya dia memiliki potensi untuk menerima, atau menolaknya, sejauh tidak terjadi dampak sampingan pada dirinya. Dia punya kebebasan untuk memilih. Untuk mengetahui kemampuan suatu sistem, kita tak perlu mengetahui secara terperinci proses yang telah terjadi. Kita dapat mengetahuinya melalui kontrol terhadap output. dan melalui sistem umpan balik (feed back). Misalkan seorang menteri Pendidikan & Kebudayaan yang ingin mengetahui apakah sistem pendidikan yang dilaksanakan dapat diandalkan dalam rangka mempersiapkan generasi muda menjadi calon warga negara yang baik, produktif dan sebagainya. Untuk ini dia tak perlu mengetahui secara terperinci apa-apa yang terjadi dalam proses pendidikan di sekolah, misalnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa. Pak menteri itu dapat meuhat keampuhan sistem pendidikan berdasarkan produk/output yang telah dicapai. Demikian pula. andaikata seorang guru ingin mengetahui keterandalan sistem instruksional yang telah dilaksanakan, dia tak perlu mengetahui secara terperinci proses belajar internal yang terjadi dalam diri siswa. dia cukup melihatnya berdasarkan pengukuran terhadap tingkah laku siswa dan memanipulasi input yan¬g disampaikannya.

Model Pendekatan Sistem

Pada mulanya pendekatan sistem dipergunakan dalam bidang engineering, yang pertama-tama dilaksanakan untuk mendisain sistem-sistem elektronik, mekanik, dan militer. Dalam hal ini, pendekatan sistem dilibatkan dalam sistem-sistem manusia-mesin dan selanjutnya dilaksanakan pula dalam bidang keorganisasian dan manajemen. Pada akhir tahun 1950 dan awal 1960-an mulai dipergunakan dalam bidang latihan dan pendidikan. Pada dekade terakhir ini, mulai digunakan sebagai metodologi sistematik berdasarkan metoda ilmiah (sientific) yang diterapkan dengan gaya yang baru.

Pendekatan sistem disajikan dalam bentuk bagan arus (flow charts). Pada bagan itu digambarkan langkah-langkah yang harus ditempuh dalam sistem: identifikasi kebutuhan latihan dan pendidikan (merumuskan masalah), analisis kebutuhan dengan maksud mentransformasikannya menjadi tujuan-tujuan (analisis masalah), disain metoda dan materi instruksional (pengem¬bangan suatu pemecahan), pelaksanaan secara eksperimental, dan akhirnya menilai dan merevisi. Penyajian dalam bentuk bagan arus sebenarnya merupakan cara penjelasan pendekatan sistem yang kurang efektif karena:

1). Memberikan kesan seolah-olah (kurang lebih), proses linear, selangkah demi selangkah dimana langkah satu harus diselesaikan dulu sebelum melaksanakan langkah berikutnya. Pemecahan masalah melibatkan lompatan-lompatan ke depan yang berdasarkan pada pemahaman seketika. dan umpan balik untuk melengkapi atau merubah langkah-langkah. Karena bagan arus dilengkapi dengan panah- panah dari kotak satu ke kotak lainnya, atau ke depan dan ke belakang, maka dapat menyebabkan bagan itu menjadi sulit dibaca. 2). Memberikan kesan bahwa kebanyakan analisis terjadi pada langkah awal, sintesis pada langkah pertengahan, dan evaluasi pada langkah akhir. Kenyataannya tidak demikian. Sistem berpikir (aplikasi dari pendekatan sistem) melibatkan ketiga kegiatan intelektual itu pada setiap langkah sepanjang proses berlangsung 3). Memberikan kesan bahwa prosedur berjalan secara mekanistik, mengikuti aturan-aturan yang telah ditentukan pada setiap langkah sebagaimana pada prosedur komputer. Padanal memang ada aturan pada setiap langkah (stages) itu tetapi tidak mengatur semua kejadian yang ada. Prosedur selangkah demi selangkah itu memang ada, tetapi merupakan petunjuk berpikir bukan merupakan proses berpikir.

Sistem Pengajaran Pendidikan. Latihan. Pengajaran. Teknologi Pendidikan. istilah-istilah tersebut masing-masing memiliki pengertiannya sendiri-sendiri, berbeda tetapi berhubungan erat. Dalam kamus asing, kita mengenal istilah-istilah: education, training , dan instruction. Salah satu pendapat menyatakan bahwa: 'Training is akin to following a tightly fenced path, in order to reach a predeterminet goal at the end of it. 'Education' is to wonder 'freely in the fields to left and right of this path preferably with a map.

Pendidikan lebih menitik beratkan pada pembentukan dan pengembangan kepribadian. jadi mengandung pengertian yang lebih luas sedangkan latihan (training) lebih menekankan pada pembentukan keterampilan (skill). Pendidikan dilaksanakan dalam lingkungan sekolah, sedangkan penggunaan latihan umumnya dilaksanakan dalam lingkungan industri. Kedua istilah itu jelas berbeda. Namun demikian, pendidikan kepribadian saja tentu kurang lengkap. Para siswa perlu pula memiliki keterampilan. Dengan keterampilan itu dia dapat bekerja, berproduksi dan menghasilkan hal-hal untuk memenuhi kebutuhan orang banyak. Jadi perbedaan antara kedua istilah itu, hendaknya tidak dipertentangkan sedemikian rupa, tetapi perlu dipadukan dalam suatu sistem proses, yang kita sebut dengan pengajaran (instruction). Yang dimaksud dengan 'instruction' dalam hal ini adalah: “a goal-directed teaching process which is more or less pre-planned”. Dalam pengajaran, perumusan tujuan adalah yang utama dan setiap proses pengajaran senantiasa diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu, proses pengajaran harus direncanakan. Ketercapaian tujuan dapat dicek atau dikontrol sejauh mana tujuan itu telah tercapai. Itu sebabnya. suatu sistem pengajaran selalu mengalami dan mengikuti tiga tahap. yakni tahap analisis (menentukan dan merumuskan tujuan), tahap sintesis (perencanaan proses yang akan ditempuh), dan tahap evaluasi (mentes tahap pertama dan kedua). Teknologi pendidikan terdiri dua istilah yang mengandung pengertian tersendiri. Teknologi adalah aplikasi kreatif dari pada ilmu pengetahuan (science) untuk maksud-maksud industri atau sesuatu yang praktis. Ilmu Pengetahuan (science) adalah suatu body of knowledge yang telah diuji, yang dapat diekspresikan dalam bentuk perangkat prinsip-prinsip umum. Teknologi pendidikan. telah digunakan dalam banyak konteks. Dapat berarti meliputi semua kegiatan inovasi pendidikan, tetapi dapat juga tidak atau bukan sesuatu yang baru. Karena itu istilah teknologi pendidikan mengandung kontroversi. Timbulnya kontroversi ini bersumber dari perbedaan konsep tentang teknologi yang diterapkan dalam berbagai kalangan masyarakat yang berbeda-beda, dan adanya perbedaan konsep tentang kependidikan dalam masyarakat yang berbeda-beda itu. Perbedaan pandangan dalam tujuan pendidikan dan daerah-¬daerah kegiatan manusia baik dalam artian filosofis maupun dalam artian praktis, telah menyebabkan konflik dalam teknologi pendidikan.

Konsen teknologi dapat dipandang sebagai proses atau sebagai produk. Konsep dalam artian proses memandang teknologi sebagai suatu yang diperbuat, yakni sesuatu yang diperbuat oleh manusia dengan mengunakan apa-apa yang mereka ketahui dan mereka mengerjakannya secara kreatif, sedangkan teknologi sebagai produk adalah sesuatu yang ada, yang dapat dilihat, diraba, dapat diukur. Dalam artian ini kita mengenal teknologi tinggi dan teknologi rendah. Pengklasifikasian ini dari segi pemecahan-¬pemecahan masalah, apakah dengan mekanisasi dan otomisasi atau sedikit mekanisasi dan mendayagunakan tenaga kerja secara intensif. Pada negarar-negara yang sedang berkembang sering digunakan istilah teknologi tepat guna (appropriate terhnology). Pandangan ini berdasarkan pada ketergunaan dan keterlaksanaannya dalam rangka pemecahan masalah-masalah yang dihadapi. Jadi berdasarkan pada situasi senyatanya dan penyelesaian secara kreatif. Dalam hubungan ini, mungkin saja sesuatu teknologi tinggi tak terpakai dan tidak tepat guna bagi pemecahan suatu masalah dalam masyarakat tertentu karena dapat menyebabkan bertambah banyaknya penganguran. Atau meningkatnya impor hal mana mungkin bertentangan dengan politik yang sedang dianuti.
Teknologi sebagai produk juga harus didisain secara tepat agar teknologi itu mampu bekerja sebagaimana mestinya. Jangan sampai sesuatu produk teknologi justru menimbulkan masalah baru dan bukan menyelesaikan masalah yang ada, misalnya merusak sistem nilai masyarakat atau menimbulkan dehumanisasi, jadi sebenarnya, setiap teknologi perlu ditilik, baik dari segi proses (penggunaannya) maupun sebadai produk.

Pendekatan Sistem Pengajaran

Disain sistem belajar berasal dari prosedur pendidikan dan latihan yang dikembangkan dalam bidang industri dan militer, khususnya pada tahun-tahun terakhir ini. Pendekatan sistem mengandung dua aspek, yakni: aspek filosofis dan aspek proses. Aspek filosofis adalah pandangan.hidup yang mendasari sikap si perancang sistem yang terarah pada kenyataan. Aspek proses adalah suatu proses dan suatu perangkat alat konseptual.

Gagasan inti sistem filosofis, bahwa suatu sistem merupakan kumpulan dari sejumlah komponen, yang saling berinteraksi dan saling bergantungan satu sama lain. Untuk mengenal suatu sistem kita harus mengenal semua komponen yang beroperasi didalamnya. Perubahan suatu sistem harus pula dilihat dari perubahan komponen-komponen tersebut. Kita tak mungkin merubah suatu sistem tanpa perubahan, sistem secara menyeluruh. Sistem filosofis cenderung untuk mengkondisi pendekatan tertentu terhadap masalah dengan cara membentuk sikap dan persepsi. Sikap terhadap sistem adalah sensitivitas terhadap hakekat sistemik dari pada kenyataan, sikap sensitif terhadap variabel-variabel dalam sistem yang saling berinteraksi satu sama lain. Itu sebabnya, para perancang sistem harus bersikap pragmatis, yakni senantiasa tanggap terhadap kenyataan sesungguhnya..

Pendekatan sistem sebagai suatu perangkat alat atau teknik. Alat-alat itu berbentuk kemampuan (abilitas) dalam: (1). merumuskan tujuan-tujuan secara operasional, (2). mengembangkan diskripsi tugas-tugas secara lengkap dan akurat, dan (3). melaksanakan analisis tugas-tugas. Analisis tugas memang lebih penting, oleh sebab berkenaan dengan aplikasi (keterlaksanaan) prinsip-prinsip belajar (human leaming principles) secara ilmiah dan dapat diandalkan dalam rangkaian pengajaran tentang konsep-konsep, prinsip-prinsip dan keterampilan-keterampilan yang telah diidentifikasi sebagai hasil-hasil belajar yang diharapkan, yang telah dirumuskan sebagai tujuan-tujuan belajar dan mengajar. Alat-alat dan pendekatan, rancangan sistem pengajaran menuntut para guru agar pengajaran (instruction) menyediakan kondisi-kondisi belajar bagi siswa. Jadi, prinsip-prinsip belajar merupakan petunjuk bagi guru dalam menata kondisi-kondisi belajar yang efektif.

Ada dua ciri pendekatan sistem pengajaran, yakni (1). Pendekatan sistem merupakan suatu pendapat tertentu yang mengarah ke proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar adalah suatu penataan yang memungkinkan guru dan siswa berinteraksi satu sama lain, untuk memberikan kemudahan bagi siswa belajar, (2) Pengunaan metodologi khusus untuk mendisain sistem pengajaran. Metodologi ini terdiri dari prosedur sistematik perencanaan, perancangan, pelaksanaan, dan penilaian keseluruhan proses belajar dan mengajar. Kegiatan ini diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus dan didasarkan pada penelitian dalam belajar dan komunikasi. Penerapan metodologi ini akan menghasilkan suatu sistem belajar yang, memanfaatkan sumber-sumber manusiawi dan non manusiawi secara efisien agar siswa belajar secara efektif. Dengan demikian, pendekatan sistem merupakan suatu panduan dalam rangka perencanaan dan penyelenggaraan pengajaran.

Kedua ciri tersebut pada hakekatnya sejalan dengan pendekatan ilmiah (seientific approach). Pendapat ilmiah ditandai oleh keyakinan tentang hubungan sebab akibat antara peristiwa- peristiwa, konsep tentang zat yang tak dapat rusak, dan keteraturan alam semesta pisik. Metode ilmiah ditandai oleh teknik-teknik untuk mengamati dan mencatat peristiwa-peristiwa alami, prosedur eksperimental yang memberikan perlakuan dan pengontrolan variabel-variabel, dan metode-metode analisis dan penafsiran data.

Konsep Sistem Pengajaran

Sistem pengajaran adalah suatu kombinasi yang terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur-prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Sesuai dengan rumusan ini, orang-orang yang terlibat dalam sistem pengajaran adalah para siswa, para pengajar (guru), dan tenaga lainnya misalnya tenaga yang membantu dalam laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, bahkan juga komputer Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, penyediaan untuk praktek, belajar, pengetesan dan penentuan tingkat, dan sebagainya. Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang dan tingkat keunikan. Sistem pengajaran dapat dilaksanakan dalam bentuk membaca buku, sistem belajar di kelas atau di sekolah, di perguruan tinggi, atau di sebuah kota, karena senantiasa ditandai oleh organisasi dan interaksi antara komponen-komponen satu sama lain untuk mendidik siswa.

Ciri-Ciri Sistem Pengajaran

Berdasarkan rumusan di atas, ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pengajaran, yakni: (1) Rencana, penataan intensional orang-orang, material dan prose-dur-prosedur, yang merupakan unsur-unsur sistem pengajaran, sesuai dengan suatu rencana khusus, jadi tidak mengambang. (2) Kesalingtergantungan (interdependen) unsur-unsur suatu sistem merupakan bagian yang koheren dalam keseluruhan, masing- masing bagian bersifat esensial, satu sama lain saling memberikan sumbangan tertentu.

(3) Tujuan, setiap sistem pengajaran memiliki tujuan tertentu. "The goal is the purpose for which the system is designed". Ciri ini menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem-sistem alami (natural). Sistem-sistem yang dibuat oleh manusia, seperti: sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan, semuanya memiliki tujuan. Sistem-sistem natural, seperti: sistem ekologi, sistem persyaratan pada hewan, memiliki unsur-unsur yang saling ketergantunuan satu sama lain disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi tidak mempunyai tujuan atau maksud.

Tujuan sistem menuntun proses merancang sistem. Tujuan utama sistem pengajaran adalah siswa yang belajar. Tugas seorang perancang sistem adalah mengorganisasi orang-orang, material, dan prosedur-prosedur agar siswa belajar secara efisien. Karena itu, melalui proses mendisain sistem, si perancang membuat rancangan keputusan atas dasar pemberian kemudahan untuk mencapai tujuan sistem.

Unsur-unsur minimal yang harus ada dalam sistem pengajaran adalah seorang siswa, suatu tujuan, dan suatu prosedur kerja untuk mencapai tujuan. Dalam konteks ini, guru (pengajar) tidak termasuk sebagai unsur sistem, oleh sebab fungsinya mungkin dalam kondisi tertentu dapat digantikan atau dialihkan kepada media lain sebagai pengganti seperti: buku, film, slide, teks yang tetah diprogram dan sebagainya. Sebaliknya, administrator mungkin menjadi salah satu unsur sistem, karena ada kaitannya dengan prosedur perencanaan dan pelaksanaan sistem.
Fungsi guru dalam suatu sistem pengajaran ialah, sebagai perancang (designer system), dan sebagai guru yang mengajar (unsur suatu sistem). Pelaksanaan fungsi pertama, guru bertugas menyusun suatu sistem pengajaran, sedangkan pelaksanaannya mungkin digantikan atau dilaksanakan oleh tenaga lain atau dengan media lainnya. Pelaksanaan fungsi kedua adalah, guru berfungsi mendisain sistem pengajaran sedangkan dia sendiri langsung bertindak sebagai pelaksana. Fungsi kedua ini memang wajar, oleh sebab guru telah menguasai bidang pengajaran, telah berpengalaman dalam hubungannya dengan para siswanya, dan menguasai prinsip-prinsip dan teknik pengajaran. Dalam hal ini, berarti guru mendisain dirinya sendiri dalam kerangka sistem belajar yang dikembangkannya.


Identifikasi Kemampuan Awal dan Karakteristik Siswa

Terdapat dua macam informasi yang diperlukan agar bisa menyusun program pengajaran dengan baik. Pertama: "obyective" atau tujuan instruksional khusus. Kedua : kemampuan awal dan karakteristik siswa. "Obyektive" atau tujuan instruksional khusus adalah kemampuan, ketrampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa manakala ia telah mengikuti suatu program pengajaran. Sedang yang dimaksud dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa adalah pengetahuan dan ketrampilan yang relevan, termasuk di dalam¬nya lain-lain latar belakang informasi karakteristik siswa yang telah ia miliki pada saat akan mulai mengikuti suatu program pengajaran.

Problem sering terjadi bahwa para penyusun disain instruksional maupun para guru atau pendidik keliru di dalam memperkirakan kemampuan dan keadaan siswa. Kadang-kadang perkiraan itu terlalu rendah (under estimate), namun kadang-kadang perkiraan itu terlalu (over estimate). Contoh-contoh dalam hal ini misalnya: Pernakah anda mempunyai suatu buku yang wajib anda baca namun ternyata buku tersebut sangat sukar bagi anda, sehingga susah untuk menyelesaikannya ? Atau, pernahkah anda mengikuti suatu pelajaran yang semulanya anda telah tahu sehingga anda rasakan terlalu mudah?

Manakala terjadi problem pertama di mana guru memperkirakan kemampuan siswa terlalu rendah, maka akan terjadi bahwa ia meng¬ajarkan sesuatu yang sebenarnya tidak perlu. Dengan kejadian ini berar¬ti terjadi penghamburan waktu yang sangat berguna atau bahkan mem¬buat siswa pada bosan. Sedangkan manakala terjadi bahwa guru memperkirakan terlalu tinggi akan kemampuan siswa yang akan diajarnya, maka siswa tersebut akan tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang diperlukan dan siswa akan mengalami kesulitan di dalam mengikuti pelajaran tersebut. Dalam hal ini guru perlu memberikan pengajaran pendahuluan untuk menyiapkan siswa agar dapat dengan mudah mengikuti pelajaran yang dimaksud. Untuk mengatasi problem-problem tersebut, guru perlu memiliki ketrampilan di dalam menganalisis kemampuan dan karakteristik siswa. Bagaimana caranya ?

Adalah menjadi kelaziman bahwa para guru atau pendidik telah mencatat atau memperhatikan akan adanya perbedaan-perbedaan in¬dividual di antara para siswanya. Mereka mengetahui bahwa para siswa datang ke sekolah dengan mem¬bawa berbagai bekal kemampuan. Mereka mengetahui pula bahwa para siswa datang dari berbagai latar belakang keadaan keluarga yang berbeda-beda. Di dalam menyusun rencana pengajaran, adalah sukar untuk dapat sepe¬nuhnya melayani masing-masing individual yang satu sama lain berbeda tersebut. Oleh karena itu, cara yang terbaik ialah menyusun rencana pengajaran sebaik-baiknya yang dapat memenuhi keadaan siswa yang sebanyak-banyaknya.

Dewasa ini, kemajuan dalam bidang media dan teknologi pendi¬dikan telah memungkinkan dapat dilayaninya perbedaan-perbedaan in¬dividual siswa di dalam proses belajar mengajar. Kemajuan tersebut telah memungkinkan dapat disampaikannya informasi dengan menggunakan berbagai media. Seperti diketahui, gaya belajar siswa yang satu, berbeda dengan siswa yang lain. Beberapa siswa lebih mudah kalau mengikuti pelajaran yang sistematis, langkah demi langkah dituntun oleh guru, sedang kelompok lain lebih berhasil kalau belajar sesuai dengan kecepatan dan kesempatan masing¬-masing. Sekarang, berbagai sumber telah tersedia untuk membantu penyusunan¬ rencana pengajaran. Para ahli media dan teknologi pendidikan memegang peranan penting untuk keperluan ini. Sebagai anggota team penyusun disain instruksional, mereka sangat memerlukan pengetahuan tentang keadaan siswa. Dengan demikian, berbagai ber¬sumber dan media dapat dicari dan disusun atau dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan individual siswa. Oleh karena itulah pengetahuan, kemampuan ataupun ketrampilan dalam "menganalisis kemampuan awal dan karakteristik siswa" sangat penting baik bagi para penyusun disain instruksional, para guru maupun para ahli media dan teknologi pendidikan.
Di dalam menganalisis karakteristik siswa, ada tiga hal yang perlu diperhatikan: Pertama, karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampu¬an awal atau "prerequisite skills" seperti: kemampuan intelektual, kemampuan berfikir, mengucapkan, dan kemampuan gerak atau “psychomotor skills", misalnya ketrampilan menggerakkan tangan, dan badan. Kedua, karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosial kebudayaan (sociocultural). Ketiga, karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan seperti: sikap, perasaan, minat,dan sebagainya. Apakah kegunaan mengetahui semua aspek keadaan individu siswa tersebut di atas? Kegunaannya tiada lain ialah untuk dapat memilih pola-pola pengajaran yang lebih baik, yang paling menjamin kemudahan belajar bagi setiap siswa.
Para guru, para ahli media dan teknologi pendidikan, hendaknya dapat menganalisis keadaan siswa dengan mengetahui pertanyaan-pertanyaan yang perlu disampaikan, bagaimana mendapatkan jawab atas pertanyaanyaan tersebut dan kemudian dapat menafsirkannya dalam arti menjelmakannya dalam strategi instruksional yang sesuai dengan kea¬daan siswa. Dengan demikian prinsip penyusunan disain instruksional sebaik-baiknya untuk setiap individu akan melengkapi prinsip penyusunan disain instruksional yang paling baik untuk siswa yang paling banyak.

Metode (teknik) Analisis Karakteristik Siswa

Bagaimanakah metode atau teknik analisis karakteristik siswa? Pada dasarnya analisis karakteristik siswa dilaksanakan dengan cara mengetahui kemampuan awal dan lain-lain informasi yang dapat kita peroleh dari siswa tersebut. Dalam hal ini bisa dikemukakan adanya empat metode atau teknik yaitu: Pertama, dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang tersedia. Kedua, dengan menggunakan tes prasarat dan tes awal (pre requisite test dan pre tes). Ketiga, dengan mengadakan konsultasi individual. Keempat, dengan menyampaikan angket atau questionnaire (Kozma, 1978, h. 226).

Bagaimanakah uraian secara lebih terperinci untuk masing-masing teknik tersebut ? Berikut adalah uraian secara lebih terperinci untuk masing-masing metode atau teknik tersebut: 1). Tentang penggunaan catatan atau dokumen yang tersedia. Dokumen yang dimaksud misalnya nilai Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), nilai rapor, nilai tes intelegensi, nilai tes masuk. Catatan-catatan mengenai prestasi dalam berbagai bidang kegiatan yang pernah diperoleh, kesemuanya merupakan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan siswa. 2). Tentang tes prasyarat dan tes awal (pre-requisite tes dan pre-tes). Adalah baik sekali bila guru membuat tes prasyarat atau tes awal. Tes prasyarat adalah tes untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang diperlukan atau disyaratkan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sedang tes awal (pre tes) adalah tes untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan atau ketrampilan mengenai pelajaran yang hendak diikuti.
Adalah baik sekali bagi guru untuk mengadakan pre tes sebelum memulai suatu unit pelajaran. Hasil pre tes sangat berguna di samping untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang telah dimiliki juga berguna sebagai perbandingan dengan hasil yang dicapai setelah mengikuti pelajaran. 3). Tentang konsultasi individual.

Dengan mengadakan konsultasi individual terhadap siswa, maka guru akan lebih dapat mengadakan pendekatan secara personal untu¬k memperoleh informasi mengenai minat, sikap, keinginan siswa dan sebagainya. 4). Tentang penggunaan angket.

Angket bisa disusun kemudian disampaikan kepada siswa misalnya untuk mengetahui gaya belajar mereka. Gayaya belajar ada bermacam-macam misalnya: dependent, indepen¬dent, competitive, participant,dan sebagainya. Dengan mengetahui gaya belajar siswa, guru akan dapat menyusun rencana pengajaran sesuai dengan keadaan kelompok siswa tersebut. Misalnya bila kebanyakan gaya belajar siswa dalam suatu kelas ialah independent (mandiri), adalah tepat sekali kalau guru menyusun strategi instruksional yang memungkinkan siswa belajar sesuai dengan kecepatan dan kesempatan masing-masing.

Pengertian Desain Pembelajaran

- 1 komentar
Desain pembelajaran dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang, misalnya sebagai disiplin, sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai proses. Sebagai disiplin, desain pembelajaran membahas berbagai penelitian dan teori tentang strategi serta proses pengembengan pembelajaran dan pelaksanaannya. Sebagai ilmu, desain pembelajaran merupakan ilmu untuk menciptakan spesifikasi pengembangan, pelaksanaan, penilaian, serta pengelolaan situasi yang memberikan fasilitas pelayanan pembelajaran dalam skala makro dan mikro untuk berbagai mata pelajaran pada berbagai tingkatan kompleksitas. Sebagai sistem, desain pembelajaran merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar. Desain pembelajaran sebagai proses. merupakan pengembangan sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran dan teori belajar untuk menjamin mutu pembelajaran. Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampaiannya. Termasuk di dalamnya adalah

pengembangan bahan dan kegiatan pembelajaran, uji coba dan penilaian bahan, serta pelaksanaan kegiatan pembela.jarannya. Untuk memahami lebih jauh tentang teori dan aplikasi desain pembelajaran, pada bagian ini akan dipelajari tentang: Pengertian teori dan model; Teori dasar behavioris, kognitif, dan konstruktif; Model pembelajaran; Taksonomi Bloom; Perbaikan taksonomi Bloom;Model kondisi belajar Robert Gagne; serta Model pemrosesan informasi.

Pengertian Teori dan Model
Untuk memahami teori dan model pembelajaran perlu dipahami pengertian teori dan model. Pada bagian ini akan dipelajari tentang pengertian teori dan model agar pembaca dapat memilih teori dan model secara tepat.Apakah Teori? Dorin, Demmin, dan Gabel (1990) menjelaskan beberapa pengertian teori yang meliputi;Suatu teori menyajikan penjelasan umum berdasarkan pengamatan yang dilakukan dalam jangka lama; Suatu teori menjelaskan dan meramalkan perilaku.Suatu teori tidak dibangun dalam keraguan. Suatu teori dapat dimodifikasi. Kebanyakan teori tidak dapat dibuang seluruhnya bila diuji kembali, tetapi teori dapat diterima dalam waktu yang lama kemudian menjadi usang dan tidak dapat dibuktikan kebenarannya sehingga tidak diterima lagi.
Menyimak pengertian teori di atas, pemilihan teori yang digunakan dalam pembelajaran perlu dilakukan secara cermat dan tepat. Penentuan teori dalam pembelajaran sangat penting karena dapat mewujudkan keberhasilan yang lebih nyata. Dengan memilih dan menggunakan teori, seorang guru dapat lebih berkomunikasi secara universal bersama guru lainnya dari sekolah mana pun, karena penyusunan teori telah diuji kebenarannya dalam waktu yang lama dan di berbagai tempat di belahan dunia ini. Teori tidak dibangun dalam keraguan artinya teori itu telah dapat diterima oleh banyak pihak. Walau demikian, seperti dijelaskan oleh Dorm, Demmin, dan Gabel (1990) suatu teori dapat dimodifikasi karena dalam beberapa hal teori dapat usang atau tetap terkini (up to date), hanya penerapannya belum tentu sesuai dalam suatu kondisi tertentu. Oleh karena itu, suatu teori yang dipilih dan ditentukan perlu dipahami dengan jelas sehingga dapat diterapkan dengan mudah dalam konteks yang berlainan. Selanjutnya, penerapan teori dapat disesuaikan apabila setelah dicermati terdapat fakta yang mengharuskan demikian. Penerapan suatu teori tidak dapat dipaksakan bila keadaan sangat tidak memungkinkan. Adalah hal yang tidak bijaksana apabila kita menerapkan teori hanya karena teori itu sendiri atau demi keterlaksanaan teori sebagai alasan akademis. Alasan praktis juga perlu digunakan untuk menentukan dan menerapkan teori dalam pembelajaran sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai secara lebih efisien. Dalam desain pembelajaran dikenal dasar teori meliputi teori behavioris, kognitif, dan konstruktif.

Apakah Model?

Sebuah model merupakan gambaran mental yang membantu kita untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tidak dialami secara langsung (Dorin, Demmin, dan Gabel, 1990) Model dapat berupa skema, bagan, gambar, dan tabel. Model menjelaskan keterkaitan berbagai komponen dalam suatu pola pemikiran yang disajikan secara utuh. Model dapat membantu kita melihat kejelasan keterkaitan secara lebih cepat, utuh, konsisten, dan menyeluruh. Hal ini disebabkan suatu model disusun dalam upaya mengkonkretkan keterkaitan hal-hal abstrak dalam suatu skema, bagan, gambar, atau tabel. Dengan mencermati model kita dapat membaca uraian tentang banyak hal dalam sebuah pola yang mencerminkan alur pikir dan pola tindakan.

Teori Dasar-Behavioris, Kognitif, dan Konstruktif

Secara umum dikenal teori-teori mendasar yang dapat digunakan dalam pembelajaran. Kurikulum apa pun tidak dapat menganut salah satu teori secara utuh dengan mengabaikan teori dasar lainnya. Suatu teori tentang ilmu sosial termasuk pendidikan dapat mempunyai kekuatan dan kelemahan. Oleh karena itu, teori dapat saling melengkapi dan saling menguatkan. Kurikulum Berbasis Kompetensi cenderung menggunakan teori-teori dasar tersebut dengan saling melengkapi. Idealnya dalam Kurikulunn Berbasis Kompetensi hanya dipilih satu teori misalnya konstruktivis, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa teori behavioris tetap dapat digunakan terutama untuk melihat perubahan perilaku yang jelas, misalnya dalam merumuskan tujuan. Berikut akan kita cermati teori dasar yang dapat digunakan dalam pembelajaran, yaitu behavioris, kognitif, dan konstruktif. Kemudian akan kita cermati pula kekuatan dan kelemahan ketiga teori dasar tersebut.

Behavioris

Behavioris berdasarkan pada perubahan perilaku. Behavioris menekankan pada pola perilaku baru yang diulang-ulang sampai menjadi otomatis. Teori behavioris dalam belajar telah dikenal sejak Aristoteles mengemukakan bahwa 'ingatan' selalu difokuskan pada keterkaitan yang dibuat antara berbagai kejadian, misalnya cahaya dan petir. Pelopor teoiri behavioris yang terkenal adalah Pavlov, Watson. Thorndike, dan Skinner. Pavlov ( 1849- 1936) seorang ahli fisiolog (ilmu faal) dari Rusia, mengemukakan teori ini berdasarkan percobaannya yang terkenal dengan melibatkan makanan, anjing, dan bel. Sebelum dikondisikan, bunyi bel tidak memberikan respon dari seekor anjing, setelah diberi makanan anjing itu mulai mengeluarkan air liur. Dalam pengkondisian, bel dibunyikan beberapa detik sebelum anjing diberi makanan, kemudian setelah pengkondisian terdapat perubahan perilaku: anjing itu dapat mengeluarkan air liur bila mendengar bel berbunyi. Pavlov menggunakan hipotesis stimulus (rangsang)-respon (tanggapan). Makanan merupakan stimulus yang tidak dikondisikan sedangkan bel merupakan stimulus yang dikondisikan. Mengeluarkan air liur sebelum mendengar bel merupakan respon yang tidak dipelajari, sedangkan mengeluarkan air liur setelah mendengar bel merupakan respon (terhadap bel) sebagai hasil pembelajaran. Thorndike (1874- 1949) mengemukakan hubungan sebah akibat antara stimulus dan respon. Hubungan ini dikenal dengan hukum akibat latihan, dan kesiapan. Hukum akibat menyatakan bahwa ketika stimulus dan respon dihargai secara positif (diberi hadiah) akan terjadi penguatan dalam belajar. Sebaliknya bila hubungan ini dihargai negatif (diberi hukuman) akan terjadi penurunan dalam motivasi belajar. Hukum latihan mengatakan bahwa pelatihan yang berulang-ulang tanpa pemberian balikan (feedback) belum tentu memotivasi kinerja seseorang. Kemudian hukum kesiapan menyatakan struktur sistem saraf seseorang dapat mempunyai kecenderungan tertentu dalam perubahan pola perilaku tertentu. Menurut Watson (1878-1958): seseorang dilahirkan dengan beberapa reflek serta reaksi emosional terhadap cinta dan kegusaran. Perilaku lainnya dapat dibangun melaluii hubungan stimulus-respon dalam pengkondisian. Skinner (1904-1940), seperti Pavlov, "Thorndike, dan Watson, meyakini pola hubungan stimulus-respon. Tetapi berbeda dengan para pendahulunya, teori Skinner menekankan pada perubahan perilaku yang dapat diamati dengan mengabaikan kemungkinan yang terjadi dalam proses berpikir pada otak seseorang. Oleh karena itu, para pendahulunya dikatakan sebagai menguna­kan kondisi klasikal, sedangkan Skinner menggunakan kondisi operasional atau perilaku sukarela yang digunakan dalam suatu lingkungan tertentu. Kondisi operasional ini meliputi: Penguatan positif atau penghargaan, tanggapan yang dihargai akan cenderung diulangi (nilai tinggi membuat seseorang belajar lebih giat) Penguatan negatif, tanggapan yang memungkinkan terjadinya keadaan untuk meloloskari diri dari hal yang tidak diinginkan atau ketidaknyamanan cenderung akan diulangi (memungkinkan pemberi­an alasan untuk terlambat mengerjakan pekerjaan rumah akan mem­buat seseorang tidak tepat waktu menyampaikan pekerjaan rumah yang lainnya). Pemadaman atau tanpa penghargaan, tanggapan yang tidak diberi penguatan cenderung tidak akan diulangi (mengabaikan alasan untuk terlambat ke sekolah, akan membuat seorang peserta didik jera datang terlambat.

Hukuman, tanggapan yang diberi konsekuensi yang tidak menye­nangkan atau menyakitkan akan membuat seseorang merasa tertekan, tetapi perilakunya akan muncul kembali bila aturannya berubah (menghukum peserta didik yang mengganggu peserta didik lain akan menghentikan tindakan mengganggu tersebut).
Ringkasan dari teori behavioris yang dikemukakan Pavlov, Thomdike, Watson, dan Skinner sebagai berikut: (a) Menekankan perhatian pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati setelah seseorang diberi perlakuan, (b).Perilaku dapat dikuatkan atau dihentikan melalui ganjaran atau hukuman, (c).Pengajaran direncanakan dengan menyusun tujuan instruksional yang dapat diukur atau diamati, (d) Guru tidak perlu tahu pengetahuan apa yang telah diketahui dan apa yang terjadi pada proses berpikir seseorang.
Implikasi dari teori belravioris dalam pendidikan sangat mendalam. Guru menulis tujuan instruksional dalam persiapan mengajar, yang kemudian akan diukur pada akhir pembelajaran. Guru tidak memerhatikan hal-hal apa yang telah diketahui peserta didik, atau apa yang peserta didik pikirkan selama proses pengajaran berlangsung. Guru mengatur strategi dengan memberikan ganjaran (berupa nilai tinggi atau pujian) dan hukuman (nilai rendah atau hukuman lain). Guru lebih menekankan pada tingkah laku apa yang harus dikerjakan peserta didik bukan pada pemahaman peserta didik terhadap sesuatu.
Kognitif
Kognitif merupakan teori yang, berdasarkan proses berpikir di belakang perilaku. Peruhahan perilaku diamati dan digunakan sebagai indikator terhadap apa yang terjadi dalam otak peserta didik.
Pelopor teori kognitif yang terkenal adalah Jean Piaget. Gagasan utama teori kognitif adalah perwakilan mental. semua gagasan dan citraan (image) seseorag diwakili dalam struktur mental yang disebut skema. Skema akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima akan dipahami seseorang . Jika informasi sesuai dengan skema yang ada, maka peserta didik akan menyerap informasi tersebut ke dalam skema ini. Seandainya tidak sesuai dengan skema yang ada, informasi akan ditolak atau diubah, atau disesuaikan dengan skema, atau skema yang akan diubah dan disesuaikan.
Penganut teori kognitif mengakui bahwa belajar melibatkan penggabung­an-penggabungan (associations) yang dibangun melalui keterkaitan atau penguatan. Mereka juga mengakui pentingnya penguatan (reinforcement) walaupun lebih menekankan pada pemberian balikan (feedback) pada tanggapan yang benar dalam perannya sebagai pendorong (motivator). Walaupun menerima sebagian konsep dari behavioris, para penganut teori kognitif memandang belajar sebagai perbuatan penguasaan atau penataan kembali struktur kognitif di mana seseorang memproses dan menyimpan informasi (Good dan Brophy, 1990, hal. 187).

Kognitif: (a) Semua gagasan dan citraan (image) diwakili dalam skema (b) Jika informasi sesuai dengan skema akan diterima, jika tidak akan disesuaikan atau skema yang disesuaikan (c) Belajar merupakan pelibatan penguasaan atau penataan kembali struktur kognitif di mana seseorang memproses dan menyimpan informasi.
Konstruktivis
Bertitik tolak dari teori kognitif maka lahirlah pandangan baru tentang teori belajar yaitu konstruktif. Menurut para penganut konstruktif, penge­tahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang berpikir. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan pasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi baruatau pengetahuan yang disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui berinteraksi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya.

Menurut Schuman (1996), konstruktif dikemukakan dengan dasar pemikiran bahwa semua orang membangun pandangannya terhadap dunia melalui pengalaman individual atau skema. Konstruktif menekankan pada menyiapkan peserta didik untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi yang tidak tentu atau ambigus.

Sedangkan Merril (1991) dan Smorgansbord (1997) menyatakan beberapa hal tentang konstruktif yaitu:
· Pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya.
· Belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia.
· Belajar merupakan proses yang aktif di mana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman.
· Pengetahuan tumbuh karena adanya perundingan (negosiasi) makna melalui berbagi informasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain.
· Belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.
Konstruktivis: (a) Belajar merupakan pembangunan pengetahuan berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya, (b) Belajar merupakan penafsiran seseorang tentang dunianya, (c) Belajar merupakan proses yang aktif di mana pengetahuan dikembangkan berdasarkan pengalaman dan perundingan (negosiasi) makna melalui berbagai informasi atau mencari kesepakatan dari berbagai pandangan melalui interaksi atau kerja sama dengan orang lain.
Kekuatan dan Kelemahan Teori Belajar
Untuk memahami bahwa ketiga teori yang dikemukakan di depan dapat saling melengkapi serta menguatkan, dapat dipelajari kekuatan dan kelemahan masing-masing teori pada tabel berikut:
Peserta didik dpat berada dalam situasi di mana rangsangan (stimulus) dari jawaban yang benar tidak tersedia.
Contoh: peserta didik harus membuang sampah pada tempatnya, tetapi tidak tersedia tempat dan sistem pembuangan sampah.

Peserta didik difokuskan pada tujuan yang jelas sehingga dapat menanggapi secara otomatis.
Contoh: peserta didik mampu menjelaskan sifat-sifat air, maka diharapkan peseerta didik mampu menjawab pertanyaan tentang sifat air.

Kognitif
Peserta didik belajar suatu cara menyelesaikan tugas, tetapi cara yang dipilih belum tentu yang terbaik.
Contoh: peserta didik belajar cara menulis surat dengan cara yang sama, perlu diperhatikan perbedaan selera dalam menulis surat.

Penerapan teori kognitif bertujuan untuk melatih peserta didik agar mampu mengerjakan tugas dengan cara yang sama dan konsisten.

Contoh: cara belajar peserta didik berbeda-beda, mereka perlu secara rutin dilatih untuk mencapai cara umum yang tepat.
Konstruktif
Dalam keadaan dimana kesepakatan sangat diutamakan, pemikiran dan tindakan terbuka dapat menimbulkan masalah.
Contoh: mengikuti aturan sekolah tidak dapat ditawar dan didiskusikan agar peraturannya dibuat berbeda bagi sekelompok peserta didik tertentu. Mungkin hal itu merupakan gagasan yang konstruktif tetapi akan sulit untuk dilaksanakan kelompok tertentu yang memerlukan layanan khusus.

Peserta didik diajak untuk memahami dan menafsirkan kenyataan dan pengalaman yang berbeda, ia akan lebih mampu untuk mengatasi masalah dalam kehidupan nyata.
Contoh: bila peserta didik dapat menyelesaikan masalah dengan berbagai cara, peserta didik akan terlatih untuk dapat menerapkannya dalam situasi yang berbeda atau baru
Berdasarkan tabel di atas, jelaslah bahwa ketiga teori tersebut dapat saling melengkapi. Dalam menyusun tujuan pembelajaran masih diperlukan penerapan teori behavioris agar tujuan dapat dirumuskan dengan jelas. Per­ubahan perilaku yang diinginkan dan pengkondisian dalam pembelajaran perlu direncanakan. Tetapi hanya menggunakan teori ini belum tepat karena skema berpikir kognitif peserta didik perlu dibangun secara lebih baik.

Model Pembelajaran

Menurut Ryder (2003), model seperti mitos dan metafor, dapat membantu kita memahami sesuatu. Apakah model itu diturunkan oleh seseorang atau merupakan hasil dari penelitian, setiap model menawarkan pemahaman tertentu secara lebih mudah.
Model desain pembelajaran menawarkan struktur dan pemahaman tentang desain pembelajaran. Membuat para pengembang pembelajaran memahami masalah, merinci masalah ke dalam unit-unit yang lebih mudah diatasi dan menyelesaikan masalah pembelajaran.

Nilai sebuah model pembelajaran ditentukan dalam konteksss yang digunakan. Model mengandung maksud tertentu bagi pengguna, menawarkan penyelesaian dari beban pembelajaran dan menyajikan fokus dan arahan untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Ringkasan model desain pembelajaran digambarkan oleh Ryder seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Model Petunjuk/Resep

Model penomenologi
Model Komparasi
(Preseriptive Models)
(Phenomenological Models)
(Comparative Summiaries)
Objektif, Behavioris, dan Pendekatan Modern
Kognitif Konstruktif

Pendekatan Posmodern

Behavioris vs Kognitif vs

Konstruktif

Tabel 4.2 Model Pembelajaran

Model Petunjuk/Resep

Model ini dimaksudkan untuk memudahkan para guru melaksana­kan pembelajaran. Pola pikir yang digunakan adalah perumusan tujuan, penyusunan kegiatan belajar, dan penyusunan kegiatan penilaian untuk mencapai tujuan serta memahami keefektifan kegiatan belajar yang telah dilaksanakan. Termasuk dalam kategori model objektif, behavioris, dan pendekatan modern adalah taksonomi Benyamin Bloom dan desain pembelajaran Robert Gagne pada publikasi bukunya yang pertama: The Conditions of Learning (Gagne, 1965). Penjelasan mengenai model objektif diuraikan pada bagian taksonomi Bloom.

Khusus mengenai Gagne, buku-bukunya yang terakhir The Condi­tions of Leaming (Gagne, 1970, 1977, 1985) memberikan dasar yang kuat bagi model kognitif yang juga kemudian menjadi acuan bagi para penelaah model pemrosesan informasi. Dalam hal ini teori Robert Gagne berkembang pada teori dasar kognitif yang merupakan bagian dan model posmodern dan pendekatan posmodem. Penjelasan mengenai hal ini diuraikan pada model kondisi pembelajaran Robert Gagne dan model pemrosesan informasi.

Aplikasi model petunjuk adalah penyusunan berbagai petunjuk mengajar dengan rincian: (1) tujuan mengajar yang dirumuskan secara konkret, jelas, dan terukur; (2) kegiatan mengajar yang mencerminkan hal-hal yang perlu dilakukan guru dalam membimbing peserta didik; (3) sarana dan sumber belajar; serta (4) rincian soal-soal penilaian.

Model Penomenologi

Model ini menekankan pada pengalaman-pengalaman pemrosesan informasi yang perlu diupayakan dalam kegiatan belajar peserta didik. Beberapa ahli yang mengupas model penomenologi adalah John Branstord dengan pembelajaran jangkar (anchored instruction); Bruner, Ausubel, dan Gagne (kognitif); George Miller (pemrosesan informasi); Joseph Novak (peta konsep): Albert Bandura (teori pembelajaran sosial budaya); Martin Ryder (pembelajaran generatif); Jerome Brunner(pembelajaran diskoveri): Montessory (minimalis model): serta para ahli lain yang mengupas model proyek, model pemecahan masalah, model inkuari, model percakapan, model bermain peran, model partisipasi, dan penelitian aksi (action research).

Model Komparasi

Model komparasi mengabungkan model behavioris, kognitif, dan konstruktif dalam suatu kerangka pemikiran. Model komparasi ini tidak mengotak-ngotakkan secara tegas untuk kemudian memilih salah satu secara terpisah, tetapi menentukan kombinasi yang tepat untuk aplikasi yang sesuai dengan keadaan dan konteksss pembelajaran.

Kerangka dasar dari situasi belajar melibatkan pebelajar dan instruktur dalam situasi pemecahan masalah. lnstruktur yang berpeng­alaman biasanya akan bertanya: Apakah yang perlu diketahui, dilakukan, dan diyakini peserta didik setelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran? Ia kemudian akan menyusun strategi pembelajaran, isi pelajaran yang tepat, dan penilaian yang tepat untuk mendeteksi sejauh mana pembelajaran telah terjadi dengan bermakna.

Taksonomi Bloom

Pada tahun 1950-an Benyamin Bloom memimpin suatu tim yang terdiri atas para ahli psikologi dalam menganalisis perilaku belajar akademik. Hasil pekerjaan tim ini dikenal dengan taksonomi Bloom. Taksonomi Bloom menggolongkan tiga kategori perilaku belajar yang berkaitan dan saling melengkapi (overlapping). Ketiga kategori ini disebut ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Ranah Kognitif

Bloom menggolongkan enam tingkatan pada ranah kognitif dari pengetahuan sederhana atau penyadaran terhadap fakta-fakta sebagai tingkatan paling rendah ke penilaian (evaluasi) yang lebih kompleks dan abstrak sebagai tingkatan yang paling tinggi. Berikut adalah tingkatan yang dimaksud:

1. Pengetahuan, didefinisikan se­bagai ingatan terhadap hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya. Kemampuan ini merupakan ke­mampuan awal meliputi kemam­puan mengetahui sekaligus menyampaikan ingatan bila diperlukan. Hal ini termasuk mengingat bahan-bahan, benda, fakta, gejala, dan teori. Hasil dari pengetahuan merupa­kan tingkatan rendah.

Contoh kata kerja: meniru, menyebutkan, menghafal, mengulang, mengenali, menamakan atau memberi label, mendaftar, mengurutkan, menyadari, menyusun, mengaitkan, dan mereproduksi.

2. Pemahaman, didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami materi/bahan. Proses pemahaman terjadi karena adanya kemampuan menjabarkan suatu materi/bahan ke materi/bahan lain. Seseorang yang mampu memahami sesuatu antara lain dapat menjelaskan narasi (pernyataan kosakata) ke dalam angka, dapat menafsirkan sesuatu melalui pernyataan dengan kalimat sendiri atau dengan rangkuman. Pemahaman juga dapat ditunjukkan dengan kemampuan memperkirakan kecenderungan, kemampuan meramalkan akibat-akibat dari berbagai penyebab suatu gejala. Hasil belajar dari pemahaman lebih maju dari ingatan sederhana, hafalan, atau pengetahuan tingkat rendah.

Contoh kata kerja: menjelaskan, mengemukakan, menerangkan, menguraikan, memilih, menunjukkan, menyatakan, memihak, menempatkan, mengenali, menguji ulang, menurunkan, dan menjabarkan.

3. Penerapan, merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari dan dipahami ke dalam situasi konkret, nyata, atau baru. Kemampuan ini mencakup penggunaan pengetahuan, aturan, rumus, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Hasil belajar untuk kemampuan menerapkan ini tingkatannya lebih tinggi dari pemahaman.

Contoh: menerapkan, menggunakan, memilih, menentukan, mendemonstrasikan, mendramatisi, mengajukan permohonan, menafsirkan, mempraktikkan, menjadwalkan, mensketsa, mencari jawaban, dan menulis.

4. Analisis, merupakan kemampuan untuk menguraikan materi ke dalam bagian-bagian atau komponen-komponen yang lebih terstruktur dan mudah dimengerti. Kemampuan menganalisis termasuk mengidentifikasi bagian-bagian, menganalisis kaitan antarbagian, serta mengenali atau mengemukakan organisasi dan hubungan antarbagian tersebut. Hasil belajar analisis merupakan tingkatan kognitif yang lebih tinggi dari kemampuan memahami dan menerapkan, karena untuk memiliki kemampuan menganalisis, seseorang harus mampu memahami isi/substansi sekaligus struktur organisasinya.

Contoh kata kerja: membedakan, membandingkan, mengolah, menanganalisis, memberi harga/nilai, menilai, mengategorikan, mengontraskan, mendiversifikasi, mengkritik, mengunggulkan, melakukan pengujian, melakukan percobaan, mempertanyakan, dan mengetes.

5. Sintesis, merupakan kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian menjadi suatu bentuk yang utuh dan menyeluruh. Kemampuan ini meliputi memproduksi bentuk komunikasi yang unik dari segi tema dan cara mengomunikasikannya, mengajukan proposal penelitian, membuat model atau pola yang mencerminkan struktur yang utuh dan menyeluruh dari keterkaitan pengertian atau informasi abstrak. Hasil belajar sintesis menekankan pada perilaku kreatif dengan mengutamakan perumusan pola atau struktur yang baru dan unik.

Contoh kata kerja: menyiapkan, menyusun, mengoleksi, menulis, mengubah, mengkonstruksi, menciptakan, merancang, mendesain, merumuskan, membangun, mengelola, mengorganisasikan, merencanakan, mengajukan proposal, membentuk, membuat pola/model, dan menulis.

6. Penilaian, merupakan kemampuan untuk memperkirakan dan menguji nilai suatu materi (pernyataan, novel, puisi, laporan penelitian) untuk tujuan tertentu. Penilaian didasari dengan kriteria yang terdefinisikan. Kriteria terdefinisi ini mencakup kriteria internal (organisasi) ata kriteria eksternal (terkait dengan tujuan) yang telah ditentukan. Peserta didik dapat menentukan kriteria sendiri atau memperoleh kriteria dari nara sumber. Hasil belajar penilaian merupakan tingkatan kognitif paling tinggi sebab berisi unsur-unsur dari semua kategori, termasuk kesadaran untuk melakukan pengujian yang sarat nilai dan kejelasan kriteria.

Contoh kata kerja: menghargai, menyanggah, menilai, menguji, mengintegrasikan, mempertahankan, meramalkan, mendukung, memilih, dan mengevaluasi.

Ranah Afektif

Taksonomi Krathwohl dalam ranah afektif adalah yang paling populer dan banyak digunakan. Krathwohl mengurutkan ranah afektif berdasarkan penghayatan. Penghayatan tersebut berhubungan dengan proses ketika perasaan seseorang beralih dari kesadaran umum ke penghayatan yang mengatur perilakunya secara konsisten terhadap sesuatu. Berikut urutan ranah yang dimaksud oleh Krathwohl:

1. Penerimaan, merupakan kesadaran atau kepekaan yang disertai keinginan untuk menenggang atau bertoleransi terhadap suatu gagasan, benda, atau gejala. Hasil belajar penerimaan merupakan pemilikan kemampuan untuk membedakan dan menerima perbedaan.Contoh: menunjukkan penerimaan dengan mengiyakan, mendengarkan, dan menanggapi sesuatu.

2. Penanggapan, merupakan kemampuan memberikan tanggapan atau respon terhadap suatu gagasan, benda, bahan, atau gejala tertentu.
Hasil belajar penanggapan merupakan suatu komitmen untuk berperan serta berdasarkan penerimaan. Contoh: mematuhi, menuruti, tunduk, mengikuti, mengomentari, bertindak sukarela, mengisi waktu senggang, atau menyambut.

3. Perhitungan atau penilaian, merupakan kemampuan memberi penilaian atau perhitungan terhadap gagasan, bahan, benda, atau gejala. Hasil belajar perhitungan atau penilaian merupakan keinginan untuk diterima, diperhitungkan, dan dinilai orang lain. Contoh: meningkatkan kelancaran berbahasa atau dalam berinteraksi, menyerahkan, melepaskan sesuatu, membantu, menyumbang, mendukung, dan mendebat.

4. Pengaturan atau pengelolaan, merupakan kemampuan mengatur atau mengelola berhubungan dengan tindakan penilaian dan perhitungan yang telah dimiliki. Hasil belajarnya merupakan kemampuan mengatur dan mengelola sesuatu secara harmonis dan konsisten berdasarkan pemilikan filosofi yang dihayati Contoh: mendiskusikan, menteorikan, merumuskan, membangun opini, menyeimbangkan, dan menguji.

5. Bermuatan nilai, merupakan tindakan puncak dalam perwujudan perilaku seseorang yang secara konsisten sejalan dengan nilai atau seperangkat nilai-nilai yang dihayatinya secara mendalam. Hasil belajarnya merupakan perilaku seimbang, harmonis, dan bertanggung jawab dengan standar niali yang tinggi. Contoh: memperbaiki, membutuhkan, menempatkan pada standar yang tinggi, mencegah, berani menolak, mengelola, dan mencari penyelesaian dari suatu masalah.

Ranah Psikomotor

Anita Harrow mengelola taksonomi ranah psikomotor menurut derajat koordinasi yang meliputi koordinasi ketaksengajaan dan kemampuan yang dilatihkan. Taksonomi ini dimulai dengan refleks yang sederhana pada tingkatan rendah ke gerakan saraf otot yang lebih kompleks pada tingkatan tertinggi. Hierarki ranah psikomotor yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Gerakan refleks, merupakan tindakan yang ditunjukkan tanpa belajar dalam menanggapi stimulus. Contoh: merentangkan, memperluas, melenturkan, meregangkan, dan menyesuaikan postur tubuh dengan keadaan.

2. Gerakan dasar, merupakan pola gerakan yang diwarisi yang berbentuk berdasarkan campuran gerakan refleks dan gerakan yang lebih kompleks. Hasil belajarnya sesuai dengan contoh berikut. Contoh kata kerja: berlari, berjalan, mendorong, menelikung, menggenggam, mencengkram, mencekal, merengut, menyambar, memegang, merebut, menggunakan, atau memanipulasi.

3. Gerakan tanggap (perceptual), merupakan penafsiran terhadap segala rangsang yang membuat seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Hasil belajarnya merupakan kewaspadaan berdasarkan perhitungan dan kecermatan. Contoh: waspada (awas), kecermatan melihat, mendengar dan bergerak, atau ketajaman dalam melihat perbedaan, misalnya pada gerakan terkoordinasi, seperti meloncat, bermain tali, menangkap, menyepak, dan mengalah.

4. Kegiatan fisik, merupakan kegiatan yang memerlukan kekuatan otot, kekuatan mental, ketahanan, kecerdasan, kegesitan, dan kekuatan suara. Hasil belajarnya sesuai dengan contoh berikut. Contoh: semua kegiatan fisik yang memerlukan usaha dalam jangka panjang dan berat, pengerahan otot, gerakan sendi yang cepat, serta gerakan yang cepat dan tepat.

5. Komunikasi tidak berwacana, merupakan komunikasi melalui gerakan tubuh. Gerakan tubuh ini merentang dari ekspresi mimik muka sampai dengan gerakan koreografi yang rumit.

Perbaikan Taksonomi Bloom

Taksonomi Bloom sebagai wahana untuk memahami cara berpikir peserta didik telah dikenal dan digunakan sejak tahun 1950-an sampai sekarang. Pada tahun 1990-an, Lori Anderson yang merupakan murid dari Benyamin Bloom memimpin suatu kelompok kerja untuk memperbaiki taksonomi Bloom dalam menghadapi abad 21. Hasil dari pekerjaan tim yang dipimpin oleh Anderson ini adalah perubahan signifikan pada perbaikan struktur ranah kognitif yang dapat dilihat sebagai berikut:

Taksonomi Bloom
Taksonomi Perbaikan Anderson

Pengetahuan
Pemahaman
Penerapan
Analisis
Sintesis
Penilaian
Mengingat
Memahami
Menerapkan
Menganalisis
Menilai
Menciptakan

Perbaikan penting yang dikemukakan Anderson adalah perubahan dari kata benda ke kata kerja. Perubahan ini disebabkan taksonomi perlu men­cerminkan berbagai bentuk atau cara berpikir dalam suatu proses yang aktif. Dengan demikian penggunaan kata kerja lebih sesuai daripada kata benda.

Keenam kategori diubah menjadi kata kerja, kemudian beberapa subkategori juga mengalami perbaikan dan perubahan. Pengetahuan merupakan hasil berpikir bukan cara berpikir, sehingga diperbaiki menjadi mengingat yang menunjukkan suatu proses berpikir tingkat awal.

Pemahaman diperbaiki menjadi memahami, kemudian sintesis diubah menjadi menciptakan yang menunjukkan proses berpikir pada masing-masing kategori. Akibatnya urutan dari taksonomi juga berubah seperti tampak di atas. Menilai ditempatkan setelah menganalisis kemudian ditempatkan menciptakan sebagai pengganti sintesis. Hal ini dilakukan untuk menempatkan hierarki dari proses berpikir yang paling mudah ke proses penciptaan yang Iebih rumit dan sulit. Pendapat ini cukup masuk akal, karena seseorang akan sulit untuk menciptakan sesuatu sebelum mampu menilai sesuatu dari berbagai pertimbangan dan pemikiran kritis.